oleh; A.H. Ritonga
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”
Profesionalisme merupakan sebuah kata yang tidak dapat dihindari dalam era globalisasi dan internasionalisasi yang semakin menguat dewasa ini, dimana persaingan yang semakin kuat dan proses transparansi di segala bidang merupakan salah satu ciri utamanya. Seorang profesional dituntut harus banyak belajar, membaca, menulis dan mendalami teori tentang profesi yang digeluti. Profesi bukanlah sesuatu yang permanen, ia akan mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia, oleh karena itu penelitian terhadap suatu tugas profesi sangat dianjurkan. Pelaksanaan kegiatan kita akan mencapai maksimal apabila dilakukan dengan meraba-raba atau mencoba-coba, akan tetapi suatu penerapan harus memiliki pedoman teoritis yang teruji kevalidannya. Ini berarti seorang yang profesional bekerja dengan mengandalkan teori, praktik dan pengalaman, berbeda dengan pekerjaan yang non profesional yang hanya berdasarkan praktik dan pengalaman.
Guru sebagai sebuah profesi yang sangat strategis dalam pembentukan dan pemberdayaan anak-anak penerus bangsa, memliki peran dan fungsi yang akan semakin signifikan dimasa yang akan datang. Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Menurut Undang-undang tentang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, mereka harus; 1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 2) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya; 3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya; 4) mematuhi kode etik profesi; 5) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas; 6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya; 7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan; 8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya; 9) dan memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.
Oleh sebab itu pemberdayaan dan peningkatan kualitas guru sebagai tenaga pendidik, merupakan sebuah keharusan yang memerlukan penanganan lebih serius. Profesionalisme guru adalah sebuah paradigma yang tidak dapat di “peti es”
Diperlukan sebuah kondisi yang dapat memicu dan memacu para guru agar dapat bersikap, berbuat serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang sesuai dengan bidang ke-ilmuannya masing-masing. Kondisi tersebut dapat dimunculkan lewat atmosfeer yang secara sengaja harus diciptakan oleh pemerintah.
Sekali lagi, seperti yang tercantum dalam PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Maka dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi.
Guru sebagai sebuah profesi yang menuntut adanya kesadaran, dan tanggung jawab yang lebih kuat dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai tenaga pendidik. Diperlukan sebuah komitmen yang dapat dipertanggung jawabkan, baik secara ilmiah maupun moral, agar guru dapat benar-benar berpikir dan bertindak secara professional sebagaimana profesi-profesi lain yang menuntut adanya suatu keahlian yang lebih spesifik.
Sehingga, untuk menuju profesionalitas tenaga pendidik, maka hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya, adalah pertama, penyelenggaraan pelatihan. Dasar profesionalisme adalah kompetensi. Sementara itu, pengembangan kompetensi mutlak harus berkelanjutan. Caranya, tiada lain dengan pelatihan. Kedua, Pembinaan perilaku kerja. Studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penelitian-penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Ketiga, Penciptaan waktu luang. Waktu luang (leisure time) sudah lama menjadi sebuah bagian proses pembudayaan. Salah satu tujuan pendidikan klasik (Yunani-Romawi) adalah menjadikan manusia makin menjadi “penganggur terhormat”, dalam arti semakin memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas (mind) dan kepribadian (personal). Keempat, Peningkatan kesejahteraan. Agar seorang guru bermartabat dan mampu “membangun” manusia muda dengan penuh percaya diri, guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup.
Kita tahu bahwa mutu pendidikan tak hanya dapat di ukur dari variable profesionalisme guru, akan tetapi setidaknya tindakan profesionalisme sang guru akan melahirkan pemberdayaan dalam proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Seiring bertambahnya perjalanan sang waktu, bertambah pula keprofesionalan guru yang dilengkapi bukti-bukti tindakan nyata seperti paparan di atas, sehingga implikasi lanjutan dari profesionalisme guru adalah turut andil dalam menyumbang proses menuju mutu pendidikan di Negeri tercinta ini.
0 komentar:
Posting Komentar