Di tengah semakin meluasnya wabah penyakit Al-Wahan, pengajian taklim yang diasuh Guru Sufi dengan tema-2 sufisme ternyata makin lama makin banyak jumlah jama’ahnya, terutama jika Guru Sufi menceritakan kesalehan, kemuliaan, kekeramatan, dan kemampuan para wali memecahkan masalah-masalah rumit dalam kehidupan. Namun sewaktu Guru Sufi membahas tema yang berkaitan dengan laku ruhani para sufi dalam menghindari materi duniawi, jama’ah yang hadir dapat dihitung dengan
Sewaktu ditanya Sufi tua tentang ketidak-hadiran dalam pengajian bertema laku ruhani sufi, beberapa orang jama’ah dengan jujur menyatakan jika mereka sangat cemas dan takut setiap kali Guru Sufi mengucapkan kata-kata khas laku ruhani seperti miskin, fakir, lapar, zuhud, kekurangan, tawakkal, dsb.
Ketika Sufi tua menyampaikan masalah itu kepada Guru Sufi, ternyata Guru Sufi menganggap hal itu sebagai kewajaran dari gejala-gejala umat yang terjangkit penyakit Al-Wahan. Itu sebabnya, Guru Sufi tidak berkenan mengubah tema pengajian yang disampaikannya meski kelak yang mengaji hanya para sufi yang jumlahnya beberapa gelintir. Bahkan tema-tema laku ruhani sufi, makin sering disampaikan dengan resiko jumlah jama’ah makin berkurang.
Pada saat jumlah jama’ah membludhak karena tema yang dibawakan berkaitan dengan rejeki dan doa-doa mustajabah, tiba-tiba di tengah pengajian Guru Sufi menuturkan kisah Nabi Isa AS yang memperingatkan murid-muridnya agar mereka tidak duduk bersama orang-orang mati, sehingga hati mereka akan ikut menjadi mati. Heran dengan peringatan gurunya, para murid bertanya,”Siapakah orang mati itu, wahai guru?”
Nabi Isa AS menjawab,”Orang-orang yang mencintai dunia.”
“Subhanallah!” teriak seorang jama’ah menutup telinganya dengan jari. Jama’ah yang lain kelihatan gelisah. Wajah mereka tiba-tiba berkeringat. Terdengar celoteh tak jeas dari tengah-tengah jama'ah.
Tak perduli dengan reaksi jama’ah yang nervous, Guru Sufi meneruskan ceritanya dengan menuturkan kisah murid-murid Nabi Isa AS yang ingin mendengar uraian guru mereka tentang makna “pecinta dunia” yang disamakan dengan orang mati. “Ceritakan kepada kami, wahai guru, kenapa pecinta duniawi sama dengan orang mati!”
Guru Sufi selanjutnya mengisahkan bahwa satu ketika Nabi Isa AS melakukan perjalanan lewat sebuah negeri yang penduduknya mati bergelimpangan di jalan-jalan. Lalu Nabi Isa AS berkata kepada murid-muridnya,”Wahai kaum Hawariyyun, sesungguhnya mereka mati dalam kebencian. Andaikata mereka tidak mati dalam kebencian, niscaya mayat mereka akan dikubur.”
Para murid bertanya,”Wahai guru, kami ingin mengetahui kisah mereka."
Nabi Isa AS memohon kepada Allah yang menurunkan wahyu kepadanya,”Jika malam datang, panggillah mereka. Nisacaya mereka akan menjawab pertanyaanmu.”
Ketika malam tiba, Nabi Isa AS memanggil mayat-mayat itu dalam bahasa isyarat,”Wahai penduduk negeri..”
Tiba-tiba terdengar jawaban,”Ya, wahai ruh Allah.”
Nabi Isa AS bertanya,”Bagaimana keadaan dan kisah kalian semua sampai mengalami nasib begini buruk?”
Salah seorang dari mayat itu menjawab,”Di malam hari kami dalam keadaan sehat dan paginya kami sudah berada di jurang yang sangat dalam.
“Bagaimana itu bisa terjadi?” tanya Nabi Isa AS.
Mayat itu menjawab,”Karena kecintaan kami kepada dunia dan ketaatan kami kepada ahli maksiat.”
“Bagaimanakah kecintaan kalian kepada dunia?”tanya Nabi Isa AS ingin tahu.
Mayat itu menjawab,”Seperti cinta anak kepada ibunya. Jika ibunya menghadap kami bersuka cita, sebaliknya jika ibunya pergi kami bersedih hati.”
Nabi Isa AS bertanya,”Bagaimana keadaan saudara dan sahabat-sahabatmu sampai mereka tidak menjawab pertanyaanku?”
Mayat itu menjawab,”Mereka tidak bisa menjawab, karena mereka sedang didera siksa api neraka oleh para malaikat penyiksa yang tak kenal ampun.”
Nabi Isa AS bertanya,”Bagaimana dengan engkau? Bukankah engkau bisa menjawab pertanyaanku, padahal engkau dari kalangan merek?”
Mayat itu menjawab sedih,”Aku berada bersama mereka. Aku juga ditimpa siksaan. Aku tergantung-gantung di pinggir Jahannam. Aku tidak tahu apakah habis ini akan selamat atau jatuh ke dalamnya.”
“Itulah nasib para pecinta dunia, wahai murid-muridku,” kata Nabi Isa AS mewanti-wanti,”Karena itu jangan sekali-kali kalian duduk bersama mereka.”
Usai mendengar penuturan Guru Sufi, para jama’ah banyak yang menarik nafas berat seperti habis menonton film horor yang menakutkan. Dan dalam keadaan demikian, Guru Sufi menambahi kupasan tentang ciri-ciri orang-orang penyembah dunia yang celaka. Dengan suara ditekan tinggi Guru Sufi berkata,”Ciri-ciri pemuja dunia, jika sejam, sehari, sepekan, sebulan tidak ingat Allah sedetik pun, tidaklah hal itu menjadi masalah. Sebaliknya, sejam tidak ingat duit dan benda-benda yang menawan hatinya, tubuhnya sakit semua seperti dihajar gladiator.”
Para jama’ah ketawa kecut dengan wajah sesekali pucat dan sesekali merah.
Tak perduli dengan reaksi para jama’ah, Guru Sufi melanjutkan,”Ciri lain pecinta dunia, jika mendengar kata miskin, fakir, menganggur, kelaparan, kekurangan, hutang, zuhud, uzlah, dan sejenisnya, tubuhnya terasa panas dingin terserang demam. Sebaliknya, kalau mendengar uang, uang, uang, uang, dan uang, hatinya berbunga-bunga seperti mendapat lotre.”
Para jama’ah diam. Muka mereka masam. Sebagian malah menggerutu. Mereka merasa disindir dengan keras oleh Guru Sufi. Tapi tak ada satu pun di antara mereka yang berani bertanya atau mengomentari pengajian Guru Sufi yang melenceng dari tema itu.
*Oleh: Kyai Agus Sunyoto
0 komentar:
Posting Komentar