RSS

MANIPULASI KESADARAN; "Sebuah Cara Penjinakkan Perlawanan Rakyat"

Tidak semua rakyat suatu negara (tak terkecuali Indonesia) yang ditindas penguasanya akan mengambil sikap antagonis dan kemudian melakukan resistensi, bahkan terkadang dengan tanpa sadar mereka justru memberikan legitimasi dalam berprosesnya regimentation baik yg berawatak politik (Orde Baru) maupun kapital (orde 'reformasi'). Fakta semacam itu dilihat dari sudut pandang akal sehat, tentu terasa janggal. Sebab normalnya, sebagaimana yang populer di dunia psikologi, setiap represi (penekanan, paksaan, kekerasan)--apalagi dikombinasikan dengan eksploitasi--akan melahirkan resistensi (pembangkangan, perlawanan).

Memang, secara psikologis mereka sadar bahwa mereka diperlakukan secara tidak wajar oleh orang-orang yang seharusnya memberikan pengayoman, yakni pemerintah.Namun alih-alih mereka menggalang kekuatan dalam rangka melakukan perlawanan, mereka justru memberikan landasan yang kokoh bagi paraktik-praktik politik yang eksploitatif, dengan menyerahkan diri sebagai gedibal kepada rejim penguasa. Sehingga, akibatnya penguasa dengan 'nyaman' melakukan berbagai tindak kejahatan, karena apa yang dilakukannya seolah menjadi legitimate.

Jika yang terjadi tidak seperti yang seharusnya, itu pasti ada sesuatu yg tidak normal. Karena itu perlu dipertanyakan mengapa rakyat yg tertindas tidak melakukan perlawanan, dan dalam waktu yang sama menerima posisinya yang subordinate, sekedar sebagai objek pemerasan?

Bertolak dari kondisi ini, Antonio Gramsci ( 1891-19870) melihat kenyataan bahwa rejim penguasa berusha menjinakkan kekuatan rakyat sehingga mereka tidak bisa mengembangkan respon psikologis lain, kecuali hanya tunduk tanpa reserve dengan mereka. Selain melalui dominasi atau paksaan, rejim juga menggunakan apa yang dinamakan "hegemoni". Hegemoni adalah cara kelas sosial untuk memperoleh keunggulan (supremacy) bukan melalui kekerasan, melainkan melalui mekanisme konsensus. Jadi hegemoni, pada hakikatnya adalah upaya menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan oleh kelas atas.

Dalam praktiknya, hegemoni dijalankan oleh rejem penguasa (kelas yang dominan) dengan memaksa rakyat (kaum tertindas) untuk menerima nilai-nilai, gagasan-gagasan, dan ideologi-ideologi yang dimilikinya. Bagaimana caranya penguasa menyuntikkan nilai-nilai, gagasan-gagasan, dan ideologi-ideologi itu ke dalam kesadaran rakyat? Menurut Gramsci, nilai-nilai, gagasan-gagasan, dan ideologi-ideologi itu ditansmisikan melalui institusi-institusi yang ada dalam masyarakat yang menentukan struktur kognitif dan afektif masyarakat : lembaga pendidikkan, agama, partai politik, media massa, dan lain-lain. Dalam lembaga-lembaga itulah penguasa melakukan manipulating terhadap kesadaran rakyat dengan memonopoli diskursus pengetahuan dan pemahaman sehingga kesadaran rakyat compatible dan sesuai dengan kesadaran penguasa.


*Dari seorang sahabat
Lujeng Sudarto

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar