RSS

Ujian Nasional (UN) Dan Ujian Kejujuran

Setelah menuai kritik, akhirnya Ujian Nasional (UNAS) SMU tanggal 18-21 April 2011 dihelat. Seperti tahun sebelumnya, pemerintah optimis UNAS tahun ini bersih dari kecurangan. Bahkan menurut Mendiknas Mohammad Nuh, tema besar UNAS 2011 adalah “Prestasi Yes, Jujur Harus” (Jawa Pos, 11/4/2011). Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi kecurangan UNAS. Salah satunya adalah menggunakan lima paket soal yang dibagikan secara acak berdasarkan nomor peserta ujian nasional (Kompas, 7/04/2011).

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menutup kecurangan UNAS. Ibarat air mengalir, masalah kecurangan UNAS mengalir silih berganti. Meskipun antisipasi kecurangan telah disiapkan dan pemerintah kerap kali masih kecolongan. Merujuk pepatah “Sudah barang tentu penjahat lebih pintar dari pada aparat”. Sama halnya dengan soal kecurangan UNAS, dalam situasi terdesak murid akan memilih jalan pintas dan penyelenggara pendidikan akan meradang setelah ketahuan publik aksi tersebut. Lebih ironis apabila ternyata aksi tersebut tidak luput dari peran serta penyelenggara pendidikan.

Tiap helatan UNAS, pihak sekolah dan murid nyaris tak luput diradang masalah. Bagi sekolah, kerja keras agar peserta didik lulus adalah keharusan. Sebab tingkat kelulusan menjadi credit point penilaian publik terhadap lembaga pendidikan. Hal tersebut tentu diabsahkan, sebab motivasi peningkatan mutu menjadi terpacu. Hanya saja, penyelenggara pendidikan kerap kali menghalalkan segala cara sehingga proses pendidikan menjadi tidak sehat lagi. Sementara bagi peserta didik, kelulusan merupakan ukuran keberhasilan pendidikan selama 3 tahun. Bahkan tak jarang murid menganggap kelulusan merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.

Fenomena kecurangan UNAS tentu menjadi ironi dunia pendidikan. Ditengah merosotnya kualitas out put pendidikan masih terjadi sebuah proses yang tak dibenarkan dalam pendidikan itu sendiri. Sebagai sebuah transfer of knowledge, pendidikan memiliki tugas transformasi nilai agar peserta didik mampu memilah dengan baik. Jika demikian, pendidikan memainkan peranan penting dalam lanskap membangun jati diri bangsa. Proses pendidikan senantiasa meniscayakan bangsa menjadi bermartabat. Melalui pendidikan sebenarnya nasib bangsa telah dipertaruhkan. Oleh karena itu, maraknya kecurangan dalam UNAS menjadi potret keterpurukan dunia pendidikan sekaligus bagi generasi bangsa.

Masalah mendasar UNAS adalah rendahnya kejujuran. Untuk menuai target kelulusan, murid kerap kali mencari jalan pintas. Kecenderungan ini didorong; Pertama, standar tunggal. Sebagai sebuah proses, penilaian pendidikan hendaknya berdasarkan proses murid selama menempuh satuan pendidikan. Bukan hanya awal apalagi akhir (UNAS), melainkan dari proses belajar mengajar keseluruhan. Sehingga tatkala penilaian kelulusan pendidikan menggunakan standar tunggal UNAS, proses belajar mengajar dalam satuan pendidikan tak berimplikasi terhadap keberhasilan pendidikan. Lebih jauh, materi proses belajar mengajar seringkali berbeda dengan soal UNAS. Pendek kata, UNAS menjadi standar tunggal kelulusan murid dan senantiasa mengesampingkan proses belajar mengajar.

Kedua, lemahnya pengawasan mulai dari proses cetak, pelaksanaan ujian hingga penilaian akhir UNAS. Saat ini, proses cetak soal UNAS tidak dalam pengawasan ketat (Jawa Pos, 12/04/2011). Lebih lanjut, lalu lalang karyawan percetakan soal UNAS memungkinkan terjadi kebocoran jawaban. Tahun sebelumnya, kasus kebocoran jawaban menjadi bukti nyata rendahnya proses pengawasan (monitoring). Bahkan tak jarang untuk menuai target kelulusan pengawas UNAS membantu membocorkan jawaban soal UNAS.

Ketiga, buramnya mentalitas. Kebocoran jawaban maupun kecurangan UNAS lainnya merupakan potret kegagalan pendidikan dalam membangun karakter (character building). Pendidikan masih belum mampu mencetak mental identitas sehingga watak peserta didik tidak mampu melakukan internalisasi nilai dalam pendidikan. Yang terjadi adalah out put pendidikan kita kian larut dalam gerusan watak bangsa lain. Dalam konteks UNAS, peserta didik merasa minder dengan kemampuannya sehingga mengantarkan pada pencarian jalan pintas semisal mencontek. Lebih jauh, implikasi rapuhnya bangunan karakter ini mengantarkan kehilangan jati diri bangsa Indonesia.

Ketiga faktor diatas yang mendorong murid melakukan kecurangan. Mencapai target kelulusan bukan perkara instan, melainkan dibentuk melalui proses panjang. Jika merujuk pada mekanisme penilaian UNAS tahun ini, prosentase penilaian kelulusan dari UNAS 60 % dan rapor, ujian sekolah sebesar 40 % (Jawa Pos, 11/4). Dengan demikian, prosentase penilaian UNAS 2011 kian menegaskan proses belajar mengajar mendapat tempat dalam penilaian kelulusan.



Perlu Ada kejujuran
Masalah klasik pelaksanaan UNAS adalah proses yang berpijak pada kejujuran. Bukan hanya peserta didik melainkan juga penyelenggara pendidikan. Keduanya memiliki andil besar menuju keberhasilan pendidikan. Pendidikan kita menegaskan nilai kejujuran sejak dini bukan hanya menciptakan tenaga ahli. Mengutip Peter J.I.G.M. Drost, S.J. (2005), tidak perlu semua orang menjadi ahli, tetapi perlu semua menjadi dewasa. Pendidikan menjadi dasar kedewasaan intelektual dan kepribadian. Oleh karena itu, ketika UNAS diwarnai dengan kecurangan maka hal tersebut berbalik dari tujuan pendidikan. Kejujuran seluruh pihak menjadi syarat utama dalam proses UNAS.

Tanpa kejujuran pendidikan mustahil memiliki kontribusi dalam membangun karakter bangsa (character building). Sebaliknya, pendidikan hanya menjadi ritus masyarakat yang tak berimplikasi apapun. Hal ini tentu tidak kita inginkan. Dengan demikian, selain menjadi moral force, pendidikan merupakan wahana membentuk watak jati diri bangsa. Tidak hanya itu, perlu ada pembentukan moral dan intelektual yang dilakukan sekolah dan mendapat pembenaran dari murid. Hubungan kedua antar sekolah dan murid merupakan syarat mutlak pertumbuhan sejati dari komitmen kepada nilai, dalam konteks UNAS adalah kejujuran.


*Dari seorang sahabat
Aries Fakhruddin As'ad

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar